MerahPutihNasional - Ideologi Pancasila berbeda dengan paham yang dianut oleh negara lain, seperti liberalisme, komunisme, dan sosialisme.Founding father Sukarno menggali ideologi tentang Pancasila dari kultur asli masyarakat Indonesia. "Ideologi Pancasila bersumber dari budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri, kemudian disublimasikan menjadi suatu prinsip hidup kebangsaan dan MichelleValentina Purnomo / 2301935956 Indonesia adalah negara yang memiliki berbagai keragaman suku bangsa, bahasa, agama, dan kebudayaan yang tersebar di belasan ribu pulaunya. Dari keberagaman ini Indonesia dapat bersatu dan menjadi suatu negara dikarenakan berbagai faktor, salah satu faktor yang akan diulas disini adalah dasar negara Indonesia yaitu Pancasila yang menjadi pemersatu bangsa Bagikan Pancasila sebagai Jiwa Bangsa. Pada tanggal 1 Juni 1945, tepatnya 72 hari sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, dihadapan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang di ketuai oleh dr.Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Soekarno menyampaikan pidato menawarkan gagasan yang tepat Sebagai dasar falsafah, Pancasila adalah satu alat pemersatu bangsa Indonesia Pancasila sebagai Alat Perjuangan Bangsa •Sebagai alat melawan imperialisme dan mewujudkan kemerdekaan bangsa Pancasila sebagai Ideologi dan Pandangan Hidup Bangsa •Pancasila sebagai kepribadian bangsa yang terwujud dalam berbagai hal, dalam kebudayaan 3JaVSN. - Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia. Semua perilaku, sikap, dan pemikiran rakyatnya harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai dan ajaran moral yang dikandung Pancasila pun hendaknya diimplementasikan dan dijalankan dalam Totok Sugiarto, dkk dalam buku Ensiklopedia Pancasila 2021, arti dari Pancasila sebagai kepribadian bangsa adalah Pancasila lahir bersamaan dengan bangsa Indonesia. Sebagai kepribadian bangsa berarti nilai-nilai Pancasila merupakan ciri khas bangsa Indoensia, baik dalam berperilaku, bertindak maupun berpikir. Peranan Pancasila sebagai kepribadian bangsa Adapun salah satu fungsi Pancasila sebagai kepribadian bangsa adalah menjadi cerminan dari jati diri bangsa Indonesia. Dikutip dari buku Implementasi dan Prinsip Pancasila 2020 oleh Tim Penyusun, peranan Pancasila sebagai kepribadian bangsa tecermin dari cita-cita bangsa Indonesia. Baca juga 3 Fungsi Pokok PancasilaArtinya, apa yang ingin dicapai atau diraih oleh bangsa Indonesia sebenarnya termuat dalam kelima sila Pancasila. Pancasila sebagai kepribadian bangsa juga berarti bahwa Pancasila merupakan ciri khas yang membedakan Indonesia dengan negara lain. Misal, Indonesia memiliki ideologi negara, berupa Pancasila. Sementara negara lain tidak memilikinya atau mengusung ideologi lain. Selain itu, peranan Pancasila sebagai kepribadian bangsa, yakni memotivasi perilaku, sikap, dan perbuatan masyarakat Indonesia dalam keseharian. Motivasi ini, secara langsung maupun tidak, akan membantu masyarakat Indonesia untuk mewujudkan cita-cita serta tujuan bangsa. Kesimpulannya, ada tiga fungsi Pancasila sebagai kepribadian bangsa, yakni Menjadi cemrinan dari jati diri bangsa Ciri khas bangsa Indonesia Memotivasi perilaku, sikap, dan perbuatan masyarakat Indonesia dalam keseharian. Baca juga Fungsi Pancasila bagi Bangsa Indonesia Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. "... dan oleh karena demokrasi ini adalah demokrasi impor, bukan demokrasi yang cocok dengan jiwa kita sendiri, maka kita mengalami segenap ekses-ekses dari sekedar memakai barang impor. Mari kita kembali kepada jiwa kita sendiri." Soekarno, dalam Pidato berjudul Konsepsi Baru, 21 Februari 1957. Begitulah pidato Soekarno, sebagaimana telah diungkapkan oleh Alm Prof. Mr. Soediman Kartohadiprodjo, [1] ilmuwan hukum generasi pertama Republik Indonesia. Tampaknya pula, ekses pemakaian barang impor, termasuk "demokrasi suara terbanyak" yang dikritik Soekarno, secara nyata tampak mendekat dalam keseharian kita. Kini, lebih satu dekade paskareformasi, kita dihadapkan fenomena bak kuda lepas dari kandang. Kebebasan mutlak individu, antara lain diwujudkan dalam bentuk demokrasi one man one vote, telah memberikan panggung kepada masing-masing individu untuk bertarung memenangkan "kontrak politik" sebagai sumber legitimasi kekuasaan dalam lima tahun ke depan. Acapkali pula kita mendengar adagium vox populi vox dei, suara rakyat suara Tuhan. Bila dicermati, kentara sekali adagium yang terkenal di lingkungan aktifis gerakan ini bersumber dari transformasi sosial di Eropa abad pertengahan, sejak era renaissance yang mengakhiri era kedaulatan Tuhan. Sejak itu lahir gagasan-gagasan anthroposentrisme, kajian filosofis yang menempatkan manusia sebagai pusat kekuasaan. Sejak itu pula lahir gagasan-gagasan tentang "modern state" dengan berbagai variannya, termasuk praktek kenegaraan yang menempatkan demokrasi, yang setidaknya secara simbolik, diadopsi oleh hampir semua negara. Tradisi berpikir Barat memang bermula sejak zaman Renaissance. Sebelum itu, ungkap Jacob Burckhardt dalam karyanya berjudul "Civilization of the Renaissance in Italy" hingga Abad pertengahan, Man was conscious of himself only as a member of a race, people, party, family or corporation - only through some special category. [2] Maksudnya, manusia hanya memiliki makna bila menjadi bagian anggota dari suatu pengelompokan atau komunitas tertentu. Namun sejak Renaissance pandangan itu berubah. Burckhardt menyebut, man became spiritual individual and recognized himself as such. John Lock, ilmuwan segenerasinya juga menyebut, secara alamiah, manusia itu ada dalam keadaaan kebebasan sempurna untuk menentukan tindakan mereka. [3] Dengan kata lain, di era Renaissance muncul pandangan hidup, manusia menemukan kembali kepribadiannya, menemukan kembali individualitasnya. Karena manusia diciptakan sebagai makhluk otonom yang bebas, dan oleh karena itu pula, ungkap Jean Bodin, penemu Teori Kedaulatan, tiap-tiap individu manusia berkuasa penuh untuk menentukan jalan hidupnya. Konsekuensi dari teori ini, muncul istilah homo homini lupus, manusia menjadi srigala atas sesamanya. Panggung kehidupan pun, karena masing-masing individu berdaulat atas dirinya, menjadi medan peperangan antara "semua melawan semua". Oleh karena itu, Thomas Hobbes, penulis buku Leviathan, menyerukan kepada individu-individu membangun kesepakatan bersama untuk menyerahkan kedaulatannya kepada sesuatu yang dipersonifikasikan sebagai Negara. Jelaslah, dalam filsafat individualism Barat ini, panggung kehidupan itu hakekatnya medan pertarungan antara semua melawan semua.[4] Supaya pertarungan berlangsung adil, maka masing-masing individu itu harus melepaskan kekuasaan yang dimiliki secara alamiah dan menyerahkan kepada seseorang atau sekelompok orang yang diberi wewenang melakukan tindakan-tindakan pengaturan itu. Seberapa banyak kekuasaan itu diberikan? Thomas Hobbes menjawab semuanya. Maka terbentuklah kekuasaan mutlak. Namun John Lock menjawab hanya sebagian, karena ada kekuasaan yang melekat pada diri setiap manusia yang bila dilepaskannya maka kemanusiaannya akan hilang. Bagian kekuasaan yang tidak bisa dilepaskan itu lazim disebut hak azasi manusia HAM. Itulah filsafat individual yang dipelopori Rene Descartes dengan adagium terkenalnya cogito ergo sum, aku berpikir maka aku ada, dan selanjutnya berkembang hingga Hugo Grotius, Thomas Hobbes, John Locke, Jean-Jaques Rousseau, dan Montesquieu. Pemikiran yang mereka kembangkan lazim disebut Teori Kontrak Sosial yang selama 200-300 tahun terus menerus diolah, dimatangkan dan disempurnakan sehingga menghasilkan praktek demokrasi di sejumlah Negara sebagaimana yang kita kenal belakangan ini. Bahkan socialism itu sendiri, sebagai antithesa liberalism, juga berangkat dari akar filsafat yang sama, yaitu individualism. Bedanya bila liberalism adalah kebebasan mutlak penggunaan kekuasaan hak individu, maka socialism adalah penyerahan mutlak penggunaan kekuasaan individu. Di antara kebebasan mutlak liberalism dan penyerahan mutlak socialism itu, Soekarno menawarkan "jalan tengah" yang disebutnya Pancasila. Sebagai penggali ideologi Pancasila, Soekarno menyebutnya bersumber dari mutiara yang terpendam selama ratusan tahun di bumi nusantara. Oleh karenanya, Pancasila tidak bertitik-tolak filsafat individualisme Barat yang memandang manusia diciptakan sebagai individu bebas dan setara, melainkan berangkat dari pemikiran manusia diciptakan dalam kebersamaan dengan sesamanya. Maka, sebagaimana penulis kutip di atas, Soekarno dalam berbagai pidatonya, acapkali mengingatkan, tidaklah tepat menafsirkan atau bahkan mempraktekkan UUD 1945 dengan kaca-mata individualisme sebagaimana terjadi dalam praktek kenegaraan dekade 1950-an. Toh demikian, dalam buku Negara Paripurna karya Yudi Latif, B Harry Priyono yang juga pengajar di Sekolah Tinggi Filsafat Dryakarya, mengulas secara tersirat Pancasila adalah ideologi terbuka, karena disimpulkan melalui bahasa nalar dan diproses melalui diskusi dan perdebatan publik. Dalam nalar publik, suara mayoritas tidak identik dengan yang terbaik Bahkan ketololan publik sering muncul dari suara mayoritas. Dalam situasi itu, tepatnya 1 Juni 1945, pandangan Soekarno tentang Pancasila mampu memukau para tokoh pendiri Republik dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI yang berlangsung antara 21 April hingga 1 Juni 1945. Maka Soekarno pun menawarkan konsep demokrasi yang bersumber dari tradisi Musyawarah-Mufakat. Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia adalah keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa Iainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, Iingkungan, dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda, dan lain-lain namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita. Pancasila yang kita gali dari bumi Indonesia sendiri merupakan Pancasila Dasar negara Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana peri kehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib, dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib, dan damai. Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekadar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa. Oleh karena itu, yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati, dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan karena merupakan jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia. Tanpa ini, maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Apabila Pancasila sebagai ideologi nasional bangsa Indonesia tidak menyentuh kehidupan nyata, tidak kita rasakan wujudnya dalam kehidupan sehari-hari, maka lambat laun kehidupannya akan kabur dan kesetiaan kita kepada Pancasila akan luntur. Mungkin Pancasila akan hanya tertinggal dalam buku-buku sejarah Indonesia. Apabila ini terjadi maka segala dosa dan noda akan melekat pada kita yang hidup di masa kini, pada generasi yang telah begitu banyak berkorban untuk menegakkan dan membela Pancasila. Akhirnya, perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI. Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR N0. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila. Hakikat Pancasila sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia

penggali pancasila dari dalam jiwa bangsa indonesia adalah